Yesus adalah Tuhan atas Hari Sabat
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Dalam Injil hari ini, kita mendengar kisah Yesus dan murid-murid-Nya yang memetik bulir gandum pada hari Sabat. Orang-orang Farisi langsung menegur mereka, karena menurut hukum Sabat, hal itu dianggap melanggar aturan. Namun, Yesus menjawab mereka dengan bijaksana, mengingatkan kisah Daud yang memakan roti sajian di Bait Allah ketika ia dan para pengikutnya lapar.
Yesus kemudian menegaskan sebuah kebenaran mendalam:
"Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat. Jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat" (ay. 27-28).
Apa makna dari pernyataan Yesus ini bagi kita?
1. Hari Sabat adalah anugerah, bukan beban
Yesus mengingatkan kita bahwa hukum Sabat—dan setiap peraturan dalam hidup iman—diberikan Allah untuk kebaikan manusia. Sabat adalah hari untuk beristirahat, bersyukur, dan memulihkan hubungan dengan Allah. Namun, orang-orang Farisi memutarbalikkan maksud Sabat menjadi sekadar aturan yang memberatkan. Kita juga mungkin sering terjebak dalam sikap legalistis, di mana kita lebih mementingkan ritual daripada makna sejati hubungan dengan Allah.
2. Yesus adalah pusat hidup kita
Yesus menyatakan bahwa Ia adalah Tuhan atas hari Sabat. Ini berarti bahwa aturan, tradisi, dan praktik keagamaan haruslah berpusat pada diri-Nya. Kehadiran Yesus tidak menghapuskan hukum, tetapi Ia memberi hukum itu makna yang lebih dalam: kasih dan belas kasih. Segala sesuatu yang kita lakukan—termasuk dalam ibadah dan pelayanan—haruslah membawa kita lebih dekat kepada Yesus, bukan sekadar memenuhi kewajiban.
3. Kasih lebih utama daripada aturan
Ketika murid-murid Yesus lapar, mereka memetik gandum untuk makan. Tindakan ini menunjukkan bahwa kebutuhan manusia mendesak, seperti lapar, tidak boleh diabaikan demi mematuhi aturan. Allah lebih menghargai kasih dan kepedulian daripada kepatuhan buta. Dalam kehidupan kita, hal ini mengingatkan kita untuk mengutamakan kasih, terutama dalam melayani sesama.
Saudara-saudari terkasih, sering kali kita terlalu fokus pada apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, tetapi lupa bertanya: Apakah yang aku lakukan ini memuliakan Allah? Apakah ini mencerminkan kasih? Sabat dan setiap aspek hidup iman kita adalah kesempatan untuk bersyukur atas kasih Allah, bukan sekadar kewajiban yang kaku.
Penutup
Mari kita belajar dari Yesus untuk menempatkan kasih sebagai dasar dari segala tindakan kita. Ingatlah bahwa Yesus adalah Tuhan atas segala hal, termasuk aturan dan tradisi. Semoga hidup kita selalu berpusat pada kasih kepada Allah dan sesama, sehingga kita dapat menjadi saksi sukacita di tengah dunia.
Amin.
Posting Komentar