Belas Kasih Yesus yang Mengubah Hidup: Pelajaran dari Dua Orang Buta

Table of Contents
Refleksi Matius 9:27–31  


Injil hari ini, diambil dari Matius 9:27–31, menggambarkan perjumpaan Yesus dengan dua orang buta yang datang dengan penuh harapan. Perikop ini berada di tengah rangkaian mukjizat luar biasa: kebangkitan anak kepala rumah ibadat, kesembuhan perempuan yang pendarahan, dua orang buta yang disembuhkan, hingga orang bisu yang dapat berbicara kembali. Seluruh rangkaian ini menampilkan satu tema besar—belas kasihan Yesus bagi mereka yang percaya.

Menariknya, sebelum bagian mukjizat-mukjizat tersebut, Yesus juga mengajarkan tentang puasa (Mat 9:14–17). Hal ini seakan menunjukkan bahwa pertobatan hati membuka jalan bagi karya Allah yang menyelamatkan. Melalui Injil Matius 9:27–31, kita diajak menatap kembali makna iman dan belas kasihan dalam hidup sehari-hari.

Iman yang Mampu Melihat Sebelum Mata Melihat

Dua orang buta itu berseru, “Anak Daud, kasihanilah kami!”
Doa pendek namun sangat kuat ini menunjukkan bahwa, meskipun mata mereka gelap, mata hati mereka terang. Mereka tidak melihat rupa Yesus, tetapi mereka mengenali-Nya sebagai Mesias, keturunan Daud yang dijanjikan Allah.

Dalam kehidupan rohani, sering kali orang yang paling jujur mengakui kelemahannya justru mampu melihat kehadiran Tuhan dengan lebih jelas. Iman tidak menunggu keadaan sempurna; iman hidup justru ketika situasi terasa gelap.

Santo Agustinus menegaskan hal ini dengan indah:
“Mereka yang buta mengikuti terang yang belum mereka lihat.”
Bagi Agustinus, kesembuhan mereka adalah bukti bahwa iman selalu mendahului pengertian.

Iman yang Tetap Bertahan di Tengah Kesulitan

Matius mencatat bahwa kedua orang buta itu mengikuti Yesus hingga ke dalam rumah. Mereka tidak berhenti di tengah jalan, tidak menyerah meskipun keadaan mereka sangat terbatas.

Pertanyaan reflektif bagi kita:
  1. Berapa sering kita berhenti berdoa ketika tidak ada jawaban?
  2. Berapa kali kita menyerah ketika hidup terasa tidak berubah?
Ketekunan dua orang buta ini mengingatkan kita bahwa iman bukanlah perasaan, melainkan kesetiaan untuk tetap mencari Tuhan di tengah kegelapan.

Iman yang Menyerahkan Diri kepada Belas Kasihan Tuhan

Ketika Yesus bertanya, “Percayakah kamu bahwa Aku dapat melakukannya?” mereka menjawab, “Ya Tuhan, kami percaya.”
Menariknya, doa mereka sangat sederhana: “Kasihanilah kami.”

Mereka tidak menuntut, tidak memaksa Tuhan mengikuti rencana mereka. Mereka hanya membuka hati mereka kepada belas kasih Yesus, yakin bahwa Tuhan tahu apa yang paling mereka butuhkan.

Kita pun sering datang kepada Tuhan dengan rencana, jadwal, dan harapan kita sendiri. Ketika Tuhan menjawab berbeda, kita kecewa. Injil hari ini mengajarkan bahwa yang terpenting bukanlah meminta solusi tertentu, tetapi memohon agar Tuhan menyentuh hidup kita dengan belas kasih-Nya.

Yesus berkata:
“Jadilah kepadamu menurut imanmu.”

Sebuah kalimat yang mengingatkan kita bahwa imanlah yang memberi ruang bagi Tuhan untuk berkarya.

Santo Yohanes Krisostom mengomentari kisah ini dengan sangat menyentuh:
“Mata mereka disembuhkan oleh tangan Yesus, tetapi hati mereka disembuhkan oleh iman mereka sendiri.”

Apa Pesan Injil Matius 9:27–31 untuk Kita?

Melalui kisah dua orang buta ini, kita diajak untuk:
  • Melihat Yesus dengan mata hati, bukan hanya mata lahiriah.
  • Terus mencari Tuhan, bahkan ketika hidup terasa gelap atau tidak pasti.
  • Mempercayakan hidup sepenuhnya pada belas kasih-Nya.
Doa mereka dapat menjadi doa kita setiap hari:
“Tuhan, kasihanilah kami.”
Sebuah doa sederhana yang membuka pintu rahmat.
Ketika belas kasih Tuhan menyentuh hidup kita, terang menggantikan kegelapan, kekuatan menggantikan kelemahan, dan damai menggantikan kegelisahan.

Posting Komentar